Jam 14.00 telah lewat.
Salma telah menunggu panggilan dari Pak Bintang
Fajar, dosennya, setengah jam yang lalu. Gadis itu gelisah. Menunggu, gelisah.
Mau dipanggil masalah apa, juga gelisah. Apalagi cuaca semakin mendung. Membuka
WA menambah pikiran tak keruan. WA isinya banyak yang tak penting. Mau membaca,
tak membawa buku bacaan. Mau membaca bahan kuliah tadi pagi, masih ingat.
Ting! Ting!
Salma terhenyak. Telephon masuk. Afnan! Gumamnya.
“Hai
Salmaaa...... lagi bengong ya?!”
“Kok tahu?” Salma
kaget. Pertanyaan sahabatnya itu begitu tepat mengena.
“Hehee.....
dari dulu juga begitu! Kalau sendirian pasti bengong.”
“Aaaaah....
kamu Nan! Kirain kamu sudah jadi dukun ramal. Ramalanmu tepat!”
“Whahaha!
Kamu Sal! Aku mau liburan niiih ..... kutinggalkan Yogya untuk sementara, kita
ketemuan hari Minggu besok! Kita main ke Panyaweuyan! Lihat terasering, juga akan
kukenalkan kamu ke seseorang!”
“Aduuuh....
ngabibita bae Afnan , eh siapa dia? Calonmu kah? Tapi...... aku aduuuh maaf Nan
.... maaaaf....”
“Maksudnya?”
“Ngg.....
ntar ya Nan, ntar kita sambung lagi!”
Salma buru-buru memutus telephone dengan sahabatnya.
Pak Bintang melampaikan tangan memberi isyarat memanggil dirinya. Ia tak peduli
apa kata Afnan nanti. Gadis itu lebih takut jika dosennya marah. Urusannya
dengan nilai. Jika yang marah Afnan, urusannya