Ini naskah saya yang ada di dalam buku tersebut di atas :
PANCASILA UNTUK ORANG DEWASA
Tahun 1980-an saya ingat
Pak Lik Tarjo yang guru SD menanyakan ke 4 siswanya, anak-anak SD Bruderan
Purwokerto ketika les di rumah kami (waktu itu aku numpang di rumah Pak
Lik-ku).
“Pancasila ada berapa anak-anak?” tanya
Pak Lik.
“Ada limaaaa!”, serempak anak-anak menjawab.
“Pancasila apa saja?”
“Ketuhanan Yang Maha Esa ……, Kemanusiaan
yang adil dan …..!” jawab anak-anak ini.
Kontan saja Pak Lik-ku
tertawa. Yang keluar dari mulut mungil tanpa dosa adalah sebuah kejujuran dan
kereflekan terhadap sebuah kebiasaan yang dilatihkan sebelumnya. Hanya saja
dalam ukuran otak mungil, memori untuk mengingat batas-batas definisi, tentu
belum mampu. Anak-anak mungil tampak kaget ketika Pak Lik-ku tertawa. Namun
mereka baru menyadari ketika Pak Lik-ku menyatakan bahwa Pancasila itu hanya
ada satu. Yang lima kita maklum bersama adalah sila-sila dalam Pancasila.
Pancasila bagi anak kecil
adalah hafalan. Bagi anak-anak usia di atasnya – menurut ahli psikologi perkembangan, Piaget , ini merupakan tahap pra
operasional formal – adalah definisi. Bagi anak-anak mahasiswa adalah bahan
perdebatan, sedangkan gong-nya adalah
Pancasila bagi orang dewasa, harus bermakna implementasi.
Dalam pengelolaan orang dewasa,
di negeri kita ini Pancasila pernah nyaris
menjadi agama baru. Masanya adalah masa orde baru. Doktrin-doktrin Pancasila begitu gencar. Orang akan sangat