Assalaamu'alaikum!

TERIMA KASIH BANYAK SAHABAT , KALIAN SUDAH BERKUNJUNG KE SINI ............BESOK BERKUNJUNG LAGI YA, SIAPA TAHU ADA INFORMASI YANG BERMANFAAT, ATAU FIKSI-FIKSI YANG BARU YANG BERISI PESAN ......

Rabu, 21 Oktober 2015

Cerpen :  CINTA DI RUMAH LELUHUR
Haryanto pulang kampung. Tak banyak yang ia inginkan ketika kakinya menginjakkan kembali desa Mrenek. Hanya satu : menjual rumah ayahnya. Laki-laki tak berfikir panjang apa akibatnya jika ia menjual rumah itu. Menurut perhitungannya, ia telah merawat ayahnya lima tahun terakhir. Manusia yang mengukir jiwa raganya itu telah ikut bersamanya di kota. Dengan imbal jasa semacam itu, tentu ayahnya akan mengijinkan ia menjual rumahnya. Namun laki-laki ini tertahan langkahnya sejenak. Bibirnya dikatubkan. Nafasnya dihela dalam. Benar, rumah leluhur itu sepertinya sudah ada yang menempati. Kemarin ia ingat kata-kata ayahnya.

“Kamu tak perlu pulang kampung To. Sudah tak ada siapa-siapa di sana.” kata ayah Haryanto ketika anaknya mengutarakan keinginannya.
“Satu tinggalan ayah. Rumah leluhur itu.”
“Rumah itu sudah jadi milik orang lain.”
“Ayah bercanda.” kata Haryanto mendengus sambil membuang puntung rokok.
“Ayah serius.”
“Saya tetap akan pulang ke Mrenek.”
“Kamu akan kecewa.”

Kamis, 09 Juli 2015

Humor :



ANAK KOK DIJUMLAH


Kadang-kadang keluguan orang mengalahkan kepintaran orang yang terpelajar.  Kadang-kadang kepolosan orang dikatakan kampungan, padahal mereka adalah orang yang benar.
Pak Sabar sebagai orang yang lugu dan polos, suatu kali didatangi petugas evaluasi bantuan keluarga miskin untuk ditanya beberapa hal :
Petugas

:
Pak Sabar, apakah tidak mengajukan surat miskin untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah?
Pak Sabar
:
Tidak
Petugas

:
Apakah bapak tidak iri dengan tetangga bapak yang menerima bantuan?
Pak Sabar
:
Tidak
Petugas


Apakah bapak tidak melakukan protes ke pak lurah atas hal ini?
Pak Sabar
:
Tidak
Petugas

:
Bapak ini bagaimana sih! Tidak mengajukan surat miskin, tidak iri, tidak protes, tetapi tadi sebelum ini bapak menggerutu.
Pak Sabar
:
Ya terang saja saya menggerutu, saya mengajukan surat miskin tidak digubris, saya iri, dan protes saya sepertinya tidak ada gunanya.
Petugas

:
Pantas saja Pak Sabar digituin sama Pak Lurah, habisnya ngomongnya nggak jelas sih!
Pak Sabar
:
Apanya yang nggak jelas? Bapak saja yang kurang cerdas!
Petugas

:
Apa? Kok malah menghina saya!
Pak Sabar
:
Tadi bapak tanya apa ke saya?
Petugas

:
Tidak mengajukan surat miskin?
Pak Sabar
:
Jawaban saya apa?
Petugas

:
Tidak.
Pak Sabar
:
Lah kalau tidak mengajukan surat miskin” saya jawab tidak, tidak, dijawab tidak. Apa artinya?
Petugas

:
Artinya mengajukan.
Pak Sabar
:
Lalu tidak iri dengan tetangga bapak” saya jawab tidak” , artinya apa?
Petugas

:
Iri, dong! Berarti Pak Sabar protes juga dong.
Pak Sabar
:
Yaiyalaah ……

Petugas evaluasi baru menyadari bahwa jawaban Pak Sabar tidak salah, bahkan ia merasa malu dalam hati kalah dengan orang seperti Pak Sabar. Tetapi sebagai petugas ia melanjutkan tugasnya untuk mendata.
Petugas
:
Pak Sabar …… mohon data berikutnya, berapa jumlah anak Bapak.
Pak Sabar
:
Jumlah?
Petugas
:
Iya jumlah, misalnya 3 , 4 atau yang lain.
Pak Sabar
:
Wah nggak ngerti, saya nggak paham dengan pertanyaan Bapak!
Petugas
:
Tinggal dijumlah saja kok!
Pak Sabar
:
Saya kok heran dengan bapak sih, anak kok dijumlah…..
Petugas
:
Apa susahnya sih Pak?
Pak Sabar
:
Susah dong! Memangnya anak bisa dijumlah, sebab sepengetahuan saya YANG BISA DIJUMLAH ITU BILANGAN, bukan orang!

Untuk yang kedua kalinya petugas evaluasi itu kaget dan merasa benar-benar bodoh di hadapan Pak Sabar. Benar, Pak Sabar benar, piker petugas itu. ***

Edukasi : NYONTEK ITU DOSA BESAR



Dosa itu urusan agama. Yang berhak berbicara bagusnya adalah guru agama, agama apapun. Biasanya pernyataan dosa atau tidak dosa dasarnya adalah dogma. Agama tidak boleh ditelusuri secara logika, karena nanti pasti akan menjadi bahan perdebatan yang sangat panjang.
Nyontek itu urusan ujian. Pelakunya adalah siswa atau peserta ujian. Jika siswa pelakunya, maka itu merupakan sebuah bentuk kenakalan siswa, kenakalan anak atau apa saja yang setara dengan itu. Jika pelaku nyontek itu orang dewasa, maka itu merupakan kenakalan orang dewasa. Kenakalan anak-anak bisa dimaafkan. Seharusnya orang dewasa yang memaafkan kenakalan anak-anak, jadi semestinya tidak boleh ikutan anak-anak yang nyontek. Itu logikanya. Sebab kalau

Cerpen : KUJANG SAMBOJA


Jantung Samboja berdetak keras. Jalan menuju desa kelahirannya telah di depan mata. Angkutan pedesaan yang ditumpanginya berhenti untuk menurunkannya. Setelah angkutan pedesaan melanjutkan perjalanan, laki-laki tua itu sendirian di ujung desa Tretes, desa kelahirannya. Mata tuanya tiba-tiba terasa panas, tanpa sadar ia menyeka dengan punggung tangannya. Beberapa jenak kemudian ia memandang jauh di seberang persawahan , mulutnya terkatub. Dari jauh sebatas mata memandang, Tretes tampak tak berubah. Laki-laki itu kini benar-benar menangis. Lutut tuanya tak sanggup menahan rasa harubiru di dadanya. Tubuhnya jongkok, lututnya bertelekan tanah.
“Tretes….. !” Samboja bergumam menyebut nama desanya. Air matanya semakin deras.
Tiga puluh tahun silam laki-laki itu meninggalkan desanya. Tepat sekarang seperti janjinya terhadap dirinya sendiri, ia akan datang lagi. Benar-benar Tuhan mengabulkan keinginannya dengan diberinya umur panjang.
Di desa itu Samboja sebenarnya sudah tak punya siapa-siapa. Sanak saudara tak ada. Dialah orang terakhir dari keluarganya yang meninggalkan Tretes setelah rumah warisan orang tuanya dijual untuk bekal merantau ke kota. Kedatangannya ke Tretes hanya satu tujuan, ingin memberikan kujang perak bergagang kayu pinang kepada Lentik
“Tapi ….. apakah kujang itu masih ada?” pertanyaan itulah yang muncul dalam hatinya.
Samboja ingat benar ketika benda itu ia kubur bersamaan waktunya dengan pemakaman Narada, suami Lentik. Tiga puluh tahun lalu baginya seterang bayangan kemarin sore. Saat-saat hatinya menjadi remuk redam dengan dinikahkannya Lentik dengan laki-laki teman sepermainannya waktu kecil.
Lentik bukanlah nama sesungguhnya. Nama gadis itu Lestari. Nama Lentik adalah panggilan sayang Samboja pada gadis itu, sebab bulu mata Lestari memang lentik indah .
“Kenapa melihatku seperti itu?” tanya Lentik menyadarkan Samboja.
“Aaa… anu…. kagum saja, pada bulu matamu.” Samboja tergagap.
“Kan tiap hari Akang melihatnya.”
“Justru itulah aku sedang bingung, kenapa aku tak pernah jemu melihat bulu matamu yang indah. Kau tampak begitu mempesona… anggun…. hmhhhh….. bikin gemas……”
“Huh! Rayuan gombal!” kata Lentik namun tak urung tawanya pecah juga sambil mencubit lengan Samboja. Dada Samboja berdetak kencang.
“Yaaaa… memang aku rasanya hanya bisa merayu. Untuk mengharapkanmu lebih jauh rasanya sulit, ayahmu tidak setuju, buktinya kalau melihat aku mukanya gelap. Tak enak dilihat. Jadinya aku segan, bahkan takut.”
“Sebenarnya itu kan alasanmu untuk menjauh dariku ya Kang?”
“Ooo tidak, tidak…. tidak. Aku benar-benar takut pada ayahmu. Aku tahu diri, aku minder pada ayahmu. Ayahmu orang kaya. Aku hanya seorang pedagang barang souvenir, batu akik, cincin, replika senjata tradisionil, gelang akar bahar….. “
“Yaaa.. aku tahu, sebenarnya yang dibenci ayahku itu bukang Akang, tapi ya barang-barang jualanmu itu Kang. Barang-barang jualan Akang itu berbau mistis, klenik, berbau-bau aliran hitam, dan sejenisnya.”
“Ya menurut aku itu biasa saja. Aku ambil barang-barang itu dengan cara biasa, bukan dari bertapa tetugurpati geni atau sejenisnya. Aku beli barang-barang itu dari pasar batu akik Jatinegara. Apa itu berbau mistis? Paling juga itu alasan ayahmu yang memang tidak suka padaku atau mungkin pada keluargaku. Atau karena di sini sebatang kara, tak ada sanak keluarga, tak ada yang membuat kebanggaan keluarga besarmu. Iya kan?”

“Hmh…. tak tahu lah Kang. Tapi Akang serius suka sama aku kan?”
“Ya serius.”
Kalau serius, lamar aku Kang! Bagaimana jawaban ayah nanti saja urusan belakang. Aku tidak ingin pacaran … malu Kang.”
“Lah kita ini sekarang di pinggir kali berduaan. Pacaran bukan?”
“Ya iyalah, mungkin ini yang namanya pacaran. Ya kebersamaan seperti inilah yang membuat aku malu. Ini desa Kang, bukan kota ……
“Kenapa harus malu, aku tidak pernah ngapa-ngapain kamu. Lentik adalah gadis terhormat yang harus aku jaga. Aku tahu diri, walaupun aku tidak pandai, tapi aku mengerti agama.”
“Syukurlah kalau Akang mengaku mengerti agama.”
Beberapa jenak keduanya diam. Semilir angin sepoi-sepoi membelai persawahan desa Tretes sore itu. Hawa sejuk begitu meresap ke hati Samboja. Kehadiran Lentik dalam hidupnya membawa rasa bahagia. Ia membayangkan betapa bahagianya jika bisa hidup berumah tangga dengan gadis itu. Punya anak-anak yang lucu, menggarap sawah di desa. Makan di dangau berdua, sementara anak-

Kamis, 25 Juni 2015

HUMOR : KREASI ORANG TUA UNTUK NAMA ANAKNYA
Sumber gamber: ervakurniawan.wordpress.com



Sebagai pengingat tentang kejadian tertentu :

PERISTIWA KELAHIRAN
NAMA
ARTI / KEDEKATAN ARTI/FAKTA
Pas Lebaran / Idul Fitri
Sugeng Riyadi 
Selamat Hari Raya Idul Fitri
Fitriana, Fitriani, Fitriadi dsb
Lahirnya pas Idul Fitri
Pas  17 Agustus
Saat Mahargiyanto
Ketika Memperingati HUT RI
(Nama muridku)
Indonesianto

Hutriono
HUT-RI-Ono (ada)
(Nama tetanggaku)
Pas 20 Mei
Subangkit

Bangkit Boga Wiwaha
(Nama muridku)
Pas 25 Desember
Natalia
Banyak contoh
Pas 29 Februari
Catur Warso Sukriyanto
(laki-laki)
Bersyukur (atas ulang tahunnya) yang empat tahun sekali. Jadi orang tuanya bisa ngirit biaya peringatan ulang tahun.
Catur Warsi Sukriyanti (perempuan)
Sekitar Krisis Moneter 1998
Lady Krismonisa
(Nama muridku)
Krismonianto

Di Bulan Ramadhan
Hilal Ramadhan

Gilang Ramadhan

Ahmad Rukyat

Siti Laelatul Qodriyanti

Sasi Suci Mahanani

Sekitar Trikora / Dwikora
Dwi Koryati
(Nama temanku)
Lukas Trikoriyanto
(Nama temanku)
Pembebasan Irian Barat
Bangkit Irianto

Dewi Cendrawasih

Sekitar Tengah Malam
Dewi Lingsir Wengi

Dini Hariani
(Banyak muridku dg nama “dini”)
Dianing Ratri
(Nama muridku)
Matahari Terbit
Semburat Sinar Surya

Matahari Tenggelam
Maulana Maghribi

Pas Pembukaan Rumah Makan orang tuanya
Abdul Butun
Batnun (= perut / Arab)
Ayahnya Suka Naik Gunung
Argo Semedi
Argo = gunung, semedi = bertapa
Surakso Hargo
Yang memelihara gunung
Ayahnya suka main api
Agni Saptorini

Gabungan Bulan dan Hari dan Pasaran
Wage Salnov
(mirip orang Russia)
Pasaran : Wage, Hari : Selasa,
Bulan : November
Ayahnya Pemarah
Bambang Anggrianto
Angry (Inggris = marah), dibacanya Enggri, dekat ke Anggri
Dewi Anggriani

Bramantyo
Marah = Bhs. Jawa
Yayah Sinipi
Duka Yayah Sinipi = marah sekali
Ayahnya penyayang binatang
Gajah Mada
Mada = mabuk, besar mulut
Hayam Wuruk
Wuruk = nasehat, pelajaran , bisa pula Wuruk (Kawi) = anak lembu
Kuda Wanengpati
Kuda berani mati
Kuda Rupaka
Kuda yang bersyair
Mahesa Jenar
Kerbau Kuning
Singo Ranu Wijoyo
Ranu = Air , Singo Ranu = Buaya
Tanggal 09 Juli 2014
Alex Quick Count


2.       Tidak tahu kalau kelakuannya “nakal” bahkan “jahat”.
Kadang-kadang selain nakal, orang tua jahat juga. Untuk mengejar hari-hari tertentu (misalnya yang paling gres agar putranya lahir pada 17 Agustus 2014) maka kelahirannya di-sesar, padahal bayinya masih nyaman dalam perut, belum ingin melihat dunia yang penuh tipu daya. Umurnya mungkin masih kurang sehari, dua hari atau tujuh hari dari kelahiran normal.
3.       Apa yang lain ya? ………………………….. *


Senin, 18 Mei 2015

Edukasi - Tokoh : GURU TERSABAR DI DUNIA

Kelas IV B - SD Bobotsari 3 - Tahun 1975
yang dilingkari: Aku

Tahun 1976.
Saya bersekolah di SD Bobotsari III, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Di tahun 1976 saya duduk di kelas V, guru kelas saya adalah Ibu Suparti (tetapi bukan yang ada dalam foto di atas). Ibu Suparti inilah tokoh legendaris bagi saya yang akan saya ungkap kisahnya.
Di tahun itu SD saya cukup memprihatinkan. Sekolah yang dikelilingi sawah di bagian belakangnya, dindingnya dari bilik (lihat gambar di belakang kanan kami). Bolong di sana-sini. Jika sedang pembelajaran, kami (eh saya) suka iseng mengintip ke luar, karena tempat duduk saya memang dekat dengan dinding yang bolong-bolong. Apa yang diintip? Biasanya siapa saja yang lewat di belakang kelas saya, karena di situlah jalan orang-orang yang mau ke

Minggu, 17 Mei 2015

Cerpen: ADA TAKTIK DI JANTUNG KUBAH


Kyai Salam meletakkan rumput dan singkong yang dibawanya. Matanya heran melihat ada sedan di dekat masjidnya. Keheranan Kyai Salam bertambah ketika dari dalam sedan keluar seorang lelaki gendut berpakaian necis tergopoh-gopoh menghampirinya.
“Kyai lupa sama saya ?” Tanya lelaki itu seraya menggengggam tangan Kyai Salam.
“Aaah… anak ini siapa ya ?” Tanya kyai Salam mengernyitkan dahinya.
“Jawahir ! Anak Pak Damri …. “
“Oooo Jawahir ? Ya Alloooh… tak kusangka. Aku begitu pangling …. Bagaimana kabar bapakmu ? Pak Damri ?”
“Bapak sudah lama meninggal , paling tinggal bapak mertua .”
“Ooo… innalillahi wa inna ilaihi roojiuun…“
Siang itu Kyai Salam mendapatkan tamu dari kota . Tak ada dalam benak Kyai Salam, Jawahir seperti sekarang ini. Dulu, Jawahir paling bandel di antara anak-anak lain. Jika mengaji ke masjid , sukanya bergurau. Kadang mengganggu anak-anak perempuan yang sedang shalat. Otaknya bebal, menghafalkan suratan pendek saja sangat sulit, apalagi yang panjang-panjang. Sering penggaris kayu Kyai salam mendarat di pantat anak bengal itu. Tetapi kini jauh berbeda .
Sekarang ada perasaan jeri di hati Kyai Salam. Melihat sedan mulus warna coklat susu metalik hatinya merasa kecil. Apalagi ketika menengok rumah sendiri yang berlantai plur biasa, di bagian bawah temboknya penuh lumut. Demikian pula masjid miliknya, masjid satu-satunya di kampung Sidotentrem, tak jauh beda dengan rumah Kyai Salam. Temboknya penuh lumut. Dulu ia biasa mendamprat Jawahir, tetapi sekarang untuk menatap mata bekas muridnya itu rasanya tak sanggup.
“Kau sekarang sudah menjadi orang Hir ! Mobilmu bagus, tentu mahal ya ? Istrimu tentu cantik , rumahmu besar ……” Kata Kya Salam membuka kata terhadap tamunya.
“Ah Kyai bisa saja, semua itu titipan Tuhan. Saya sebenarnya malu Kyai, saya ingat betulbetapa dulu menjadi anak nakal, di masjid ini saya suka mengganggu anak lain yang

Cerpen : Pelarian Gang Dolly

Pengarang: Didik Sedyadi
Penerbit: Herya Media
ISBN: 978-602-1032-13-8
Tebal: vi+260 halaman
Harga: Rp 50.000,00



PELARIAN GANG DOLLY

Sejak lokalisasi Dolly ditutup, migraine Raeni sering kambuh. Kemarin seharian wanita itu tergolek di kamar sewaan, jauh dari kota Surabaya. Ia mendengar kabar tentang status teman-temannya sekarang. Banyak pilihan dan ragam yang dilakukan anak-anak Dolly. Ada yang mengambil pesangon sebagai modal usaha, ada yang mengambil pesangon untuk foya-foya dan mabuk-mabukan, ada yang menggunakan pesangon sebagai uang pangkal kordinator membuka usaha grup prostitusi terselubung di tempat baru. Ada yang menerima pesangon, kemudian menyewa kamar di tempat tertentu, tetapi masih membuka jasa prostitusi secara sendiri-sendiri. Ada yang menjadi perempuan panggilan. Ada yang memilih menjadi gundiknya cukong.
Sebagian lagi memandang keputusan Bu Risma sebagai sebuah momen tepat jalan keluar dari tempat itu. Jika dulu-dulu Raeni ingin keluar tidak berani, sekarang mumpung ada kebijakan resmi, ia gunakan untuk segera memanfaatkan peluang itu. Salah satunya adalah Raeni. Sejak lama hati kecilnya ingin melepaskan diri dari kehidupan lingkungan gang Dolly, namun banyak pertimbangan. Sungkan dengan mama-nya, tidak enak dengan teman-temannya, malu disebut sok sucilah,