Assalaamu'alaikum!

TERIMA KASIH BANYAK SAHABAT , KALIAN SUDAH BERKUNJUNG KE SINI ............BESOK BERKUNJUNG LAGI YA, SIAPA TAHU ADA INFORMASI YANG BERMANFAAT, ATAU FIKSI-FIKSI YANG BARU YANG BERISI PESAN ......

Selasa, 26 Desember 2017

Cerpen: Kak Arkan, Lindungi Aku dan Teduhi Hatiku

Juli. Tahun Pelajaran baru 2017/2018.
Di depan papan pengumuman kurikulum, Elva mencari-cari pulpen yang dibawanya. Sedianya gadis itu akan mencatat jadwal pelajaran yang ditempel, namun ada kendala. Ia mencoba mencari kembali sambil meraba saku dan membuka dompet yang dipegangnya. Tak ada.

"Elvaaa.... cari apa?" ada suara bertanya di dekatnya. Gadis menoleh. Haryo. Demi melihat yang datang, gadis itu mendesah sambil menggeleng.
"Nggak nyari apa-apa."
"Ini aku kasih pinjam ballpoint. Butuh ballpoint kan? Bagus lho El." Kata Haryo seraya menyorongkan ballpoint Parker.
"Hmh ... enggak terima kasih."
"Ini ballpoint mahal El, harganya lima ratus ribu. Aku beli di Gramedia Cirebon."
"Iya, percaya...."
"Beneran El, aku ingin kasih ballpoint ini buat kamu. Buat kenang-kenangan, sebab sebentar lagi nanti kita lulus."
"Terima kasih, enggak."
"El, sekali iniiiii saja.... please! Terima ya El ...."

Cerpen : Takluknya Sang Penakluk




Pukul 06.32. Tempat parkir motor SMA Negeri 1 Majalengka. Tempat hampir penuh. 
Helga memasuki gerbang parkiran motor. Gadis itu melihat Lestari, teman sekelasnya  telah lebih dahulu di situ.
Usai menyimpan motor, gadis itu mengernyitkan dahi melihat Lestari tengah mencari-cari sesuatu di tasnya.
“Tari! Cari apa?” tanya Helga sambil ikut melihat isi tas.
“Tugas.”
“Matem?”
“Biologi.”
“Ooooo… padahal kita sudah sepakat dengan Bu Ema, kalau tidak mengerjakan atau lalai mengumpulkan tugas, kita wajib merawat dan menjaga kebun hidroponik selama satu minggu, sepulang sekolah, sampai pukul setengah enam!” kata Helga menakut-nakuti.
“Itulah! Itulah yang aku takuti. Aku trauma dengan ulat hijau yang ada di punggungku, kalau aku piket, nanti teman-teman ulat datang lagi!”
“Terus?”
“Ya ginama ya duuuhhhh!” kata Lestari sambil menjejak-jejak lantai parkiran, wajahnya tampak ketakutan.
“Ambil, seperempat jam cukup!”
“Ngawur kamu Hel! Kalau terburu-buru, ada apa-apa gimana?”
“Iya sih, tapi gimana lagi, Biologi jam pertama!”
Keduanya belum sempat menemukan solusi, ketika tiba-tiba ada anak laki-laki  datang kemudian memarkir motor di antara motor Helga dan motor Lestari. Akhri, sang ketua kelas.
“Ada apa nih? Kok Tari kayak mau nangis? Dijahatin ya Hel?”

Cerpen : Cincin Sang Dokter Muda

Pukul 06.48.
Salma mempercepat laju motornya. Kini motor menyusuri jalan Siti Armilah. Di belakang SMPN 3 Majalengka gadis itu membelokkan motornya. Menanti jalan sepi, ia kembali memacu motornya. Namun begitu hampir sampai di depan gerbang timur ia melihat mobil pembawa teman sekelasnya yang akan melaksanakan uji limbah di aliran sungai dekat rumah sakit sudah sampai di depan kantor Bimbel GO.
Gadis itu sedikit panik, jika ia haus berputar di jalur yang semestinya ia merasa terlalu lama. Dalam waktu seperempat sekon ia memutuskan  untuk turun dari motornya. Ketika Salma menoleh, ternyata di belakangnya tampak Haris juga behenti. Anak itu hanya sekitar satu meter di belakangnya.
"Haris! Tolong dong! Tolong ya!" kata Salma seraya menyerahkan kunci kontak motor.
"Sal?! Ini apa maksudnya."
"Tolong masukin motorku."
"Kan aku bawa motor."
"Kamu masuk dulu, ntar kamu balik lagi terus bawa motorku ke parkiran."

Minggu, 11 Juni 2017

Gerakan Nasional Tanpa Gadget (Bagi Anak)

 
Sumber gambar : feed.id
Pengantar
Kita hidup di jaman seperti sekarang, tak bisa dihindari. Sebagaimana kita tak bisa menolak ketika Tuhan memilihkan kita kedua orang kita yang melahirkan. Berbahagia hidup di era digital, atau gelisah di era digital, keduanya relatif. Yang pasti, semua yang ada sekarang adalah sebuah keniscayaan yang sedang kita jalani. Sebuah dunia yang terbuka tanpa batas, hingga mampu menembus apa yang dulu kita sebut sebagai benteng.

Perkembangan “Peradaban” dengan Indikator Gadget

Perkembangan teknologi hasil dari kreativitas pikir manusia acapkali diidentikkan dengan perkembangan peradaban. Tolok ukurnya adalah produk barang. Bisa bangunan, bisa rekayasa (baik biologi maupun non biologi). Semakin barang yang diproduksi memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu dibanding cara manual, maka barang tersebut disebut sebagai barang yang hebat.
Sinergisitas antara produksi barang dengan faktor ekonomi masyarakat, tentu hal pasti. Barang yang hebat mendatangkan permintaan (demand) yang tinggi dari masyarakat. Produksi untuk memenuhi permintaan pasar akan melibatkan banyak tenaga kerja. Pembukaan pabrik akan memberikan kesempatan kerja bagi banyak orang. Artinya, meroketnya sebuah produk barang hebat, akan berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi sebagian masyarakat. Sebuah fakta alamiah yang tak bisa ditolak.
Pun demikian dengan produksi gadget. Spesies yang tergolong dalam gadget misalnya smartphone, tablet, laptop, netbook, dan PS mengalami produksi yang demikian besar. Permintaan masayarakat, dan persaingan antar produsen dengan memberikan iming-iming fitur yang lebih canggih tak pelak lagi menjadi pemicu. Berapa nominal yang dikeruk dari bisnis gadget saat ini. Salah satu sumber CIA World Factbook (http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/demografi/item67) menunjukkan bahwa persentase pengelompokkan kuantitas manusia Indonesia 0 – 14 tahun (27,3%), 15 – 65 tahun (66,5%) , sisanya 6,1% . Melihat gejala umum di lapangan, semakin banyak orang Indonesia yang menggunakan lebih dari satu gadget. Itu artinya bisa saja jumlah gadget yang melebihi usia layak pengguna gadget. Jika usia layak menggunakan gadget untuk kelompok pertama dimulai sejak SLTP, taruhlah tinggal 5% , maka perkiraan pengguna akan menjadi 5% + 67% + 6% = 78% . Jika penduduk Indonesia dimisalkan sebanyak 250.000.000 jiwa, maka 78%-nya sekitar 195.000.000 jiwa pengguna gadget. Angka ini tentu cenderung naik. Artinya hampir tak ada kebijakan atau kekuatan yang mampu menghentikannya.
Sampai-sampai dalam sebuah seloroh, bahkan ada yang mengatakan bahwa kebutuhan primer manusia itu adalah : Sandang, Pangan, Papan dan Gadget.
Kondisi soasial budaya masyarakat kita saat ini sadar atau tidak telah menjadikan gadget sebagai salah satu tolok ukur “maju perabadan”-nya atau tidak. Seseorang akan merasa ketinggalan jaman jika tak mampu mengoperasikan gadget. Dengan harga yang tak terlalu mahal, bahkan counter-counter atau agen menawarkan kepemilikan dengan cara kredit, semakin banyaklah masyarakat yang menggunakannya.

Menimbang Baik Buruknya Pengaruh Gadget pada Manusia

Jaman sekarang berbeda dengan jaman dahulu. Dahulu, jika kita ingin tahu keadaan keluarga yang jauh, maka kita akan menulis surat, mengirimkannya lewat jasa Pos, menunggu balasan lewat Pos juga setelah beberapa hari atau beberapa minggu. Jika manusia jaman sekarang melihat hal demikian, sepertinya akan berkomentar “kok bisa ya hidup seperti itu?” Beda dengan adanya gadget yang dimiliki, suatu saat ingin kontak, dalam hitungan detik terlayani apa yang kita inginkan.

Kamis, 01 Juni 2017

"Kita hidup di jaman brandal...." katanya




Ini naskah saya yang ada di dalam buku tersebut di atas :
PANCASILA UNTUK ORANG DEWASA
Tahun 1980-an saya ingat Pak Lik Tarjo yang guru SD menanyakan ke 4 siswanya, anak-anak SD Bruderan Purwokerto ketika les di rumah kami (waktu itu aku numpang di rumah Pak Lik-ku).
“Pancasila ada berapa anak-anak?” tanya Pak Lik.

 “Ada limaaaa!”, serempak anak-anak menjawab.

“Pancasila apa saja?”

“Ketuhanan Yang Maha Esa ……, Kemanusiaan yang adil dan …..!” jawab anak-anak ini.
Kontan saja Pak Lik-ku tertawa. Yang keluar dari mulut mungil tanpa dosa adalah sebuah kejujuran dan kereflekan terhadap sebuah kebiasaan yang dilatihkan sebelumnya. Hanya saja dalam ukuran otak mungil, memori untuk mengingat batas-batas definisi, tentu belum mampu. Anak-anak mungil tampak kaget ketika Pak Lik-ku tertawa. Namun mereka baru menyadari ketika Pak Lik-ku menyatakan bahwa Pancasila itu hanya ada satu. Yang lima kita maklum bersama adalah sila-sila dalam Pancasila.
Pancasila bagi anak kecil adalah hafalan. Bagi anak-anak usia di atasnya – menurut ahli psikologi perkembangan, Piaget , ini merupakan tahap pra operasional formal – adalah definisi. Bagi anak-anak mahasiswa adalah bahan perdebatan, sedangkan gong-nya adalah Pancasila bagi orang dewasa, harus bermakna implementasi.
Dalam pengelolaan orang dewasa, di negeri kita ini Pancasila  pernah nyaris menjadi agama baru. Masanya adalah masa orde baru. Doktrin-doktrin  Pancasila begitu gencar. Orang akan sangat

Rabu, 08 Februari 2017

Koleksi Pyrus - Batu Legendaris

pyrus - turquoise

Koleksi baru 06 Juni 2018 :


Juni: Beras tumpah (nomor 2 dari kiri) membuat dari bentuk batu.



Tibetian 27 Januari 2018
(Update 21 Juni 2018 -- sudah berganti tuan)

Tibetian - 15 Desember 2017





All Pyrus Collections

Koleksi 01 Agustus 2017 Hubei/Tibet

(Update Maret 2018 - sudah berganti tuan)


Get 7 Juni 2017 (Lebaran sudah terbang ke Cibubur - Kwarnas)


Persi 28 Mei 2017

Selasa, 24 Januari 2017

Draft POS UN SMA Tahun 2017 - UNBK dan UNKP

Selamat datang dan silakan download 
draft  POS UN 2017 

---------------------------------------------------
Latihan UNBK - berbentuk UASBK, untuk mengeliminir rasa takut

Senin, 23 Januari 2017

UN-ku Lebih Tinggi Daripada UN-mu? Kini Tak Lagi!

Tulisan ini dimuat di Harian Pikiran Rakyat - Korannya Jawa Barat Sabtu, 21 Januari 2017.

KONSEKUENSI PILIHAN MATA UJIAN UN


Setelah wacana UN ditiadakan, kini muncul aturan baru tentang pelaksanaan UN tahun 2017. Memilih mata pelajaran dalam UN. Ini luar biasa.

Dalam surat edaran Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0204/H/EP/2017 tanggal 11 Januari 2017 tentang Pendaftaran Peserta Ujian Nasional 2017. Seorang siswa calon peserta UN akan diwajibkan mengikuti 3 (tiga) mata pelajaran wajib yakni Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, ditambah dengan 1 (satu) mata pelajaran yang adalam jurusan/peminatan-nya. Dengan demikian pada masing-masing peminatan akan terdapat 3 (tiga) komposisi yang diambil siswa. Untuk peminatan MIPA yakni (1) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Fisika, (2) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Kimia, (3) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Biologi, untuk peminatan IPS yakni (1) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Ekonomi,  (2) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Sosiologi, (3) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Geografi, untuk peminatan Bahasa yakni (1) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Antroplogi, (2) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Sastra Indonesia, (3) Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Asing (Bahasa asing ciri khas sekolah).

Dampak Terkait Nilai UN

Dengan terbitnya kebijakan baru semacam ini, ada beberapa konsekuensi yang cukup memprihatinkan, terlepas apakah kebijakan tersebut telah melalui forum diskusi panjang dan sumbang saran dari banyak pihak atau belum, inilah beberapa prediksi dampak kebijakan baru tersebut.

Bebarapa hal berkaitan dengan“nilai” yang akan hilang : 

1.     Rerata UN sesama siswa satu peminatan/jurusan tak bisa dibandingkan lagi, sebab mata uji UN yang dipilih berbeda-beda. Tak akan ada lagi sesama teman mengatakan “Nilai UN-ku lebih bagus diandingkan nilai UN-mu”.

2.     Tak ada “juara” UN di sekolah atau di Kabupaten/Kota, sebab mata pelajaran yang