Assalaamu'alaikum!

TERIMA KASIH BANYAK SAHABAT , KALIAN SUDAH BERKUNJUNG KE SINI ............BESOK BERKUNJUNG LAGI YA, SIAPA TAHU ADA INFORMASI YANG BERMANFAAT, ATAU FIKSI-FIKSI YANG BARU YANG BERISI PESAN ......

Jumat, 28 Oktober 2016

Cerpen Remaja: Souvenir Dari Pulau Dewata



Jam 14.00 telah lewat.
Salma telah menunggu panggilan dari Pak Bintang Fajar, dosennya, setengah jam yang lalu. Gadis itu gelisah. Menunggu, gelisah. Mau dipanggil masalah apa, juga gelisah. Apalagi cuaca semakin mendung. Membuka WA menambah pikiran tak keruan. WA isinya banyak yang tak penting. Mau membaca, tak membawa buku bacaan. Mau membaca bahan kuliah tadi pagi, masih ingat.
Ting! Ting!
Salma terhenyak. Telephon masuk. Afnan! Gumamnya.
“Hai Salmaaa...... lagi bengong ya?!”
“Kok tahu?” Salma kaget. Pertanyaan sahabatnya itu begitu tepat mengena.
“Hehee..... dari dulu juga begitu! Kalau sendirian pasti bengong.”
“Aaaaah.... kamu Nan! Kirain kamu sudah jadi dukun ramal. Ramalanmu tepat!”
“Whahaha! Kamu Sal! Aku mau liburan niiih ..... kutinggalkan Yogya untuk sementara, kita ketemuan hari Minggu besok! Kita main ke Panyaweuyan! Lihat terasering, juga akan kukenalkan kamu ke seseorang!”
“Aduuuh.... ngabibita bae Afnan , eh siapa dia? Calonmu kah? Tapi...... aku aduuuh maaf Nan .... maaaaf....”
“Maksudnya?”
“Ngg..... ntar ya Nan, ntar kita sambung lagi!”
Salma buru-buru memutus telephone dengan sahabatnya. Pak Bintang melampaikan tangan memberi isyarat memanggil dirinya. Ia tak peduli apa kata Afnan nanti. Gadis itu lebih takut jika dosennya marah. Urusannya dengan nilai. Jika yang marah Afnan, urusannya

Minggu, 23 Oktober 2016

Cerpen Remaja: Skenario di Gerbong Argo Lawu


Cerpen ini copian yang saya unggah di akun www.kompasiana.com/didik_sedyadi pada Jumat 21 Oktober 2016. Cerpen ini fiksi murni request Putri Bunga Pertiwi - Siswa kelas XII MIPA 6 SMAN 1 Majalengka 2016/2017.


SKENARIO DI GERBONG ARGO LAWU


Putri! Bunga! Pertiwiii!
Gadis itu menulis nama sendiri di belakang halaman bukunya. Ia menyebutnya sebagai halaman bete. Setelah menulis kemudian menyobeknya, meremas-remasnya, kemudian membuangnya ke kolong meja. Sejenak Putri menelungkupkan wajahnya di bangku. Kemudian bangkit, berlari ke luar kelas. Gadis itu tak menyadari bahwa di bagian belakang kelas ada sepasang mata yang sedari tadi mengamati tingkah lakunya.
Sepeninggal Putri, di kelas hanya ada seorang teman yang masih tinggal. Sapto Nugroho. Pemuda itu perlahan mendekati tempat duduk Putri, kertas remasan yang ada di kolong ia ambil. Perlahan ia mendesah, menggeleng. Kemudian kertas remasan itu ia masukkan ke dalam tas Putri.
Dua bulan menjelang kenaikan kelas hati Putri gelisah. Tak ada konsentrasi belajar. Bawaannya malas. Beda dengan anak-anak lain, ketika mengantar perpisahan di bulan Mei dengan kakak-kakak kelas mereka begitu ceria. Mereka begitu  termotivasi dengan banyaknya kakak-kakak kelas yang diterima di perguruan tinggi jalur SNMPTN. Harap-harap cemas dengan nilai yang akan diterima di saat kenaikan kelas yang akan memasok perhitungan dalam persaingan masuk SNMPTN tahun berikutnya.
“Put, kamu kok ngga seperti biasanya.... teman lain pada ceria...“ kata Sapto ketika keluar kelas.
“Apa maksudnya?”
“Enggaaak. Jangan marah, sensi banget!”
“Uh!”
“Dulu juga kamu pernah marah ke diri sendiri kan?”
“Kapan?” Putri heran. Diliriknya Sapto dengan pandangan penasaran.
“Pas kamu menulis nama ..... kemudian meremas-remas kertas ... terus membuangnya ke kolong.”
“Oooooo..... ooooo...... jadi itu .... aduuuuh.... aku ingat, aku ingat .... kertas itu malamnya aku