Sumber gambar : feed.id
Pengantar
Kita
hidup di jaman seperti sekarang, tak bisa dihindari. Sebagaimana kita
tak bisa menolak ketika Tuhan memilihkan kita kedua orang kita yang
melahirkan. Berbahagia hidup di era digital, atau gelisah di era
digital, keduanya relatif. Yang pasti, semua yang ada sekarang adalah
sebuah keniscayaan yang sedang kita jalani. Sebuah dunia yang terbuka
tanpa batas, hingga mampu menembus apa yang dulu kita sebut sebagai
benteng.
Perkembangan “Peradaban” dengan Indikator Gadget
Perkembangan
teknologi hasil dari kreativitas pikir manusia acapkali diidentikkan
dengan perkembangan peradaban. Tolok ukurnya adalah produk barang. Bisa
bangunan, bisa rekayasa (baik biologi maupun non biologi). Semakin
barang yang diproduksi memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu
dibanding cara manual, maka barang tersebut disebut sebagai barang yang
hebat.
Sinergisitas antara produksi barang dengan faktor ekonomi
masyarakat, tentu hal pasti. Barang yang hebat mendatangkan permintaan
(demand) yang tinggi dari masyarakat. Produksi untuk memenuhi permintaan
pasar akan melibatkan banyak tenaga kerja. Pembukaan pabrik akan
memberikan kesempatan kerja bagi banyak orang. Artinya, meroketnya
sebuah produk barang hebat, akan berbanding lurus dengan peningkatan
ekonomi sebagian masyarakat. Sebuah fakta alamiah yang tak bisa ditolak.
Pun
demikian dengan produksi gadget. Spesies yang tergolong dalam gadget
misalnya smartphone, tablet, laptop, netbook, dan PS mengalami produksi
yang demikian besar. Permintaan masayarakat, dan persaingan antar
produsen dengan memberikan iming-iming fitur yang lebih canggih tak
pelak lagi menjadi pemicu. Berapa nominal yang dikeruk dari bisnis
gadget saat ini. Salah satu sumber
CIA World Factbook (http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/demografi/item67)
menunjukkan bahwa persentase pengelompokkan kuantitas manusia Indonesia
0 – 14 tahun (27,3%), 15 – 65 tahun (66,5%) , sisanya 6,1% . Melihat
gejala umum di lapangan, semakin banyak orang Indonesia yang menggunakan
lebih dari satu gadget. Itu artinya bisa saja jumlah gadget yang
melebihi usia layak pengguna gadget. Jika usia layak menggunakan gadget
untuk kelompok pertama dimulai sejak SLTP, taruhlah tinggal 5% , maka
perkiraan pengguna akan menjadi 5% + 67% + 6% = 78% . Jika penduduk
Indonesia dimisalkan sebanyak 250.000.000 jiwa, maka 78%-nya sekitar
195.000.000 jiwa pengguna gadget. Angka ini tentu cenderung naik.
Artinya hampir tak ada kebijakan atau kekuatan yang mampu
menghentikannya.
Sampai-sampai dalam sebuah seloroh, bahkan ada yang mengatakan bahwa kebutuhan primer manusia itu adalah :
Sandang, Pangan, Papan dan Gadget.
Kondisi
soasial budaya masyarakat kita saat ini sadar atau tidak telah
menjadikan gadget sebagai salah satu tolok ukur “maju perabadan”-nya
atau tidak. Seseorang akan merasa ketinggalan jaman jika tak mampu
mengoperasikan gadget. Dengan harga yang tak terlalu mahal, bahkan
counter-counter atau agen menawarkan kepemilikan dengan cara kredit,
semakin banyaklah masyarakat yang menggunakannya.
Menimbang Baik Buruknya Pengaruh Gadget pada Manusia
Jaman
sekarang berbeda dengan jaman dahulu. Dahulu, jika kita ingin tahu
keadaan keluarga yang jauh, maka kita akan menulis surat, mengirimkannya
lewat jasa Pos, menunggu balasan lewat Pos juga setelah beberapa hari
atau beberapa minggu. Jika manusia jaman sekarang melihat hal demikian,
sepertinya akan berkomentar “kok bisa ya hidup seperti itu?” Beda dengan
adanya gadget yang dimiliki, suatu saat ingin kontak, dalam hitungan
detik terlayani apa yang kita inginkan.